Syariat Islam sudah sejak lama melebur secara harmonis dengan budaya Aceh. Berbagai makalah kebudayaan Aceh tak pernah absen membahas aplikasi syariat Islam pada provinsi di ujung paling barat Indonesia ini. Keislaman Aceh memang adalah salah satu bentuk keistimewaan provinsi yang mendapat status Daerah Istimewa ini. Bagaimanakah budaya Aceh dan adat istiadat yang dijunjung tinggi di sana? Simak artikel berikut!
Aceh sebagai gerbang masuknya ajaran Islam di Nusantara
Sebagai daerah paling ujung barat Indonesia, Aceh memegang peran penting masuknya budaya asing ke wilayah NKRI. Letaknya yang strategis menjadi tempat bertemunya budaya barat dan timur, serta sebagai jalur perdagangan yang dibarengi dengan misi penyebaran agama. Dalam hal ini termasuk agama Islam yang sangat klik dengan Aceh. Hal ini karena meski Hindu dan Budha masuk ke Aceh lebih dulu, tapi yang diterima dan berkembang di Aceh adalah ajaran Islam.
Islam mulai masuk ke wilayah Aceh pada abad ke-9, bersamaan dengan masuknya pedagang dari Gujarat dan Arab yang beragama Islam. Dilansir dari situs resmi pemerintah provinsi Aceh, menurut sejarah Aceh menjadi gerbang masuknya ajaran Islam di Indonesia. Bahkan, kerajaan Islam pertama lahir dan berkembang di Aceh, yaitu kerajaan Peureulak dan Kesultanan Pasai (Samudera Pasai). Ketua Majelis Adat Aceh, H. Badruzzaman Ismail, S.H., M.Hum, menyatakan bahwa budaya adat Aceh dan syariat Islam adalah dua hal yang telah membaur menjadi satu dan tak terpisahkan. Menurut beliau, budaya adat Aceh mengandung nilai religius dan tak bisa lepas dari aplikasi syariat Islam di wilayah Aceh sendiri. Saking besarnya pengaruh agama Islam dalam kehidupan masyarakat Aceh sehari-hari, provinsi ini pun mendapat julukan “Serambi Mekah”, atau Seuramo Mekkah dalam bahasa Aceh.
Seni dan budaya Aceh
Provinsi Aceh dengan total luas wilayah sekitar 57,956 kilometer persegi inni didominasi oleh masyarakat dari suku Aceh. Karenanya, meski bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa resmi, bahasa daerah Aceh yang menjadi bahasa utama daerah ini adalah bahasa Aceh. Penggunaan bahasa daerah lainnya biasanya berdasarkan daerah tertentu di wilayah Aceh. Bahasa-bahasa tersebut antara lain bahasa Melayu, Gayo, Tamiang, Singkil, Haloban, Lekon, Alas, Jamee, Sigulai, Devayan, dan Kluet.
Seni tari
Aceh juga merupakan daerah di Indonesia yang kaya akan hasil seni budaya dan sastra. Banyak hikayat yang lahir di tanah ini. Untuk seni tari Aceh, yang paling terkenal bahkan hingga ke mancanegara adalah tari Saman. Tari yang berasal dari suku Gayo ini sangat unik karena pentasnya tanpa iringan alat musik, hanya nyanyian dari paduan suara para penarinya saja. Tepuk dada dan tepuk tangan menjadi unsur dasar tari Saman, dan perlu kerja sama tim yang baik untuk menarikannya. Selain Tari Saman dari Gayo, ada pula banyak tarian khas Aceh. Seperti Tari Rateb Meuseukat dari suku Aceh, Tari Ula-ula Lembing dari Melayu Tamiang, Tari Dampeng dari Singkil, Tari Landok Sampot dari Kluet, Tari Mesekat dari Alas, dan masih banyak lagi.
Seni musik
Bagaimana dengan alat musik Aceh? Pentas Tari Saman memang tanpa iringan alat musik apapun, tapi bukan berarti tak ada alat musik di Aceh. Salah satu alat musik tradisional yang sudah ada sejak berabad-abad silam adalah Rapai yang merupakan alat musik pukul. Cara memainkannya adalah dengan menabuh atau memukul rapai tanpa alat bantu, yaitu dengan menggunakan tangan. Ada setidaknya 6 jenis rapai: rapa daboih, rapai gerimpheng, rapai pulot, rapai pase atau rapai gantung, dan rapai kisah atau rapai hajat.
Selain rapai, ada pula alat musik dari Singkil yaitu canang kayu. Sesuai namanya, alat musik ini terbuat dari kayu. Untuk memainkan alat musik pukul ini adalah dengan menggunakan alat pemukul yang terbuat dari batang kayu pohon jambu. Canang kayu bisa dimainkan solo, atau bisa juga diiringi alat musik lain seperti gendang, canang tembaga, dan gong. Dulunya, masyarakat Singkil yang bertani memainkan canang kayu sebagai hiburan setelah selesai melakukan pekerjaan di sawah. Kini, alat musik ini sudah menjadi salah satu bentuk budaya Aceh yang menemani kegiatan adat masyarakat Singkil.
Makanan khas Aceh
Aceh memang terkenal akan mie Aceh dan kopi Aceh-nya. Tapi, makanan khas Aceh tak hanya itu saja lho! Makanan dan camilan khas Aceh yang nggak kalah spesial antara lain timphan, kue keukarah, tasak telu, kari dan gulai kambing, kuah pliek u, kue adee, meuseukat, sate matang, sie reuboh, dan masih banyak lagi.
Rumah, senjata, dan pakaian tradisional Aceh
Rumah adat Aceh bernama Rumoh Aceh yang merupakan rumah panggung yang memiliki 3 ruang utama dan 1 bagian tambahan. Ruangan utamanya antara lain seuramoë keuë atau serambi depan, seuramoë teungoh atau serambi tengah, dan seuramoë likôt atau serambi belakang. Sementara bagian tambahannya adalah rumah dapur atau bahasa Aceh-nya rumoh dapu.
Senjata tradisional Aceh pun ada kaitannya dengan aspek sejarah dan religi. Rencong sudah menjadi senjata yang digunakan di Aceh sejak zaman Sultan Ali Mughayat Syah yang merupakan Sultan Aceh pertama. Senjata ini pun menjadi simbol keberanian dan kegagahan orang Aceh hingga kini, meskipun masyarakat tidak lagi menggunakannya sebagai senjata penyerang. Rencong milik Sultan terbuat dari emas dan memiliki ukiran potongan ayat suci Al-Qur’an. Masyarakat Aceh percaya bahwa bentuk senjata yang serupa huruf L ini mewakili simbol Bismillah dalam agama Islam.
Pakaian adat Aceh Ulee Balang ada dua: Linto Baro untuk laki-laki dan Daro Baro untuk wanita. Linto Baro terdiri dari aksesoris kupiah meukeutop yang jadi penutup kepala, atasan lengan panjang warna hitam dengan ornamen warna emas yang bernama meukasah, dan sileuweu atau celana panjang dengan warna senada. Sedangkan Daro Baro terdiri dari baju kurung dan sileuweu lengkap dengan sarung songket untuk menutupi bagian pinggul serta beberapa aksesoris lain.
Adat istiadat dan tradisi Aceh
Adat istiadat Aceh memang mendapat pengaruh yang sangat besar dari ajaran agama Islam. Syariat Islam meniupkan nafas bagi budaya adat Aceh yang memiliki nilai historis, filosofis, dan mencerminkan produk budaya Aceh. Salah satu praktik adat istiadat Aceh adalah prosesi pernikahannya. Upacara pernikahan di Aceh terdiri dari beberapa tahap, antara lain: lamaran calon pengantin wanita, pesta pelaminan, penjemputan mempelai wanita dan penjemputan mempelai pria.
Salah satu tradisi Aceh dan prosesi adat yang praktiknya masih berjalan hingga sekarang adalah Upacara Peusijuek. Prosesi adat ini merupakan tradisi memercikkan air dengan campuran tepung tawar kepada seseorang yang punya hajat tertentu. Praktik peusijuek ini tak hanya sebagai bagian dari prosesi adat pernikahan saja. Banyak juga masyarakat Aceh yang melakukan upacara adat ini ketika hendak memulai usaha, menempati rumah baru, setelah terlepas dari masalah atau musibah, perayaan kelulusan, syukuran haji, dan lain sebagainya. Selain peusijuek, ada pula tradisi Meuseuke Eungkot yang merupakan tradisi di Aceh Barat.