Budaya – Halo sahabat Apik, pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai budaya Sumatera Utara, khususnya fokus kepada suku Batak. Suku Batak adalah salah satu suku terbesar di Indonesia yang merupakan rumpun suku di sebagian besar wilayah Sumatera Utara. Suku yang dikategorikan ke dalam Batak adalah Angkola, Pakpak/Dairi, Karo, Mandailing, Simalungun, dan Toba.
Secara umum masyarakat Batak menganut agama Kristen Protestan, Katolik, dan Islam. Namun sebagian lain masih menganut kepercayaan tradisional seperti tradisi Malim (penganutnya disebut Parmalim) dan kepercayaan animisme, meskipun tidak banyak..
-
Sejarah
Belum banyak sumber yang menjelaskan kapan nenek moyang orang Batak bermukim pertama kali di Tapanuli dan Sumatra Timur. Karena sampai sekarang belum ada artefak Neolitikum yang ditemukan di Batak, Sehingga bisa diduga nenek moyang Batak bermigrasi ke Sumatera Utara ketika zaman logam.
Pada abad ke-6, pedagang dari Tamil, India. Mereka mendirikan kota dagang yang bernama Barus dan terletak di pesisir barat wilayah Sumatera Utara. Mereka memperdagangkan kapur Barus yang menjadi mata pencaharian petani-petani di pedalaman. Kapur Barus yang berasal dari tanah Batak kualitasnya terbaik. Sehingga menjadi komoditas ekspor populer selain kemenyan.
Abad ke-10, Barus mendapat serangan dari kerajaan Sriwijaya. Serangan tersebut membuat pedagang-pedagang Tamil terusir dari pesisir Sumatera. Akhirnya perdagangan kapur Barus dikuasai oleh pedagang Minangkabau. Hingga saat ini, masih banyak teori-teori yang diperdebatkan mengenai asal usul suku Batak. Mulai dari Pulau Formosa (Taiwan), Indochina, hingga dari Mongolia.
-
Identitas Batak
Kepopuleran Batak dalam sejarah Indonesia modern ketika momen bergabungnya pemuda dari Angkola, Toba, Simalungun, Mandailing, Karo, Pakpak dalam organisasi Jong Batak tahun 1926. Bersatunya mereka tanpa membedakan Agama. Bahasa Batak begitu kaya Puisi, Pepatah dan Peribahasa yang mengandung kebijaksanaan tersendiri. Bahasanya sama di semua wilayah, yang membedakan hanya dialeknya.
Suku batak memiliki budaya, Aksara, dan Seni Bangunannya sendiri yang bermutu tinggi. Sistem marga bagi semua kelompok penduduk negeri menunjukkan adanya tata negara yang bijak.
Sebelum kedatangan Belanda, orang Karo maupun Simalungun mengaku sebagai Batak. Belanda lah yang membuat kelompok-kelompok tersebut terpecah. Dari beberapa sumber ada mitos yang menyatakan bahwa Pusuk Buhit, sebuah puncak di barat Danau Toba, merupakan tempat lahirnya bangsa Batak. Selain itu, menyatakan bahwa nenek moyang masyarakat Batak berasal dari Samosir.
Masyarakat Batak tersusun dari berbagai marga karena migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Sebagai contoh adalah daerah asal marga Kembaren yang berasal dari dari Pagaruyung di Minangkabau. Dari sumber lain, orang Tamil diduga menjadi unsur pembentuk dari masyarakat Karo. Hal tersebut terlihat dari banyaknya nama masyarakat marga Karo yang berasal dari Bahasa Tamil. Orang Suku Tamil yang dulunya menjadi pedagang di wilayah pantai barat, lari menuju ke pedalaman Sumatra karena serangan pasukan Minangkabau pada abad ke-14 demi menguasai Barus.
-
Kepercayaan
Dalam budaya Sumatera Utara, Suku Batak mempunyai religi dan sistem kepercayaan terhadap Mulajadi na Bolon yang dipercaya memiliki kekuasaan di atas langit. Pancaran kekuasaannya tersebut terwujud dalam Debata Natolu. Kepercayaan tersebut jauh sebelum suku Batak Toba mengenal agama Kristen Protestan.
Mengenai jiwa dan roh, masyarakat suku Batak (khususnya Toba) mengenal 3 konsep, yaitu:
-
- Tendi/tondi: jiwa atau roh seseorang yang menjadi kekuatan. Tondi memberi nyawa kepada manusia dan ia dapat sejak seseorang masih di dalam kandungan. Ketika tondi meninggalkan tubuh seseorang, maka orang itu akan sakit atau bahkan meninggal. Sehingga dalam tradisi suku Batak ada upacara mangalap atau menjemput tondi dari sombaon yang menawannya.
- Sahala: jiwa/roh kekuatan seseorang. Semua orang pasti memiliki tondi, tetapi tidak mesti memiliki sahala. Nah Sahala bisa disama artikan dengan sumanta, tuah atau pun kesaktian yang dimiliki oleh para raja atau hula-hula.
- Begu: tondi orang yang telah meninggal, dan tingkah lakunya sama persis dengan tingkah laku manusia. Begu hanya muncul di pada waktu malam hari.
Demikianlah kepercayaan suku Batak yang ada dalam pustaha.
-
Kekerabatan
Kekerabatan bagi masyarakat batak menyangkut hubungan hukum setiap orang dalam pergaulan hidup. Nah terdapat dua bentuk kekerabatan dalam suku Batak, pertama berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan yang kedua berdasarkan sosiologis.
Bentuk kekerabatan berdasarkan keturunan (genealogi) bisa kita lihat dari silsilah marga. Berawal dari Raja Batak, hingga semua suku bangsa Batak mempunyai marga. Kemudian kekerabatan berdasarkan sosiologis bisa terjadi melalui perjanjian (dalam hal ini padan antar marga tertentu) atau karena perkawinan. Nah dalam tradisi Batak, hal yang menjadi kesatuan Adat yaitu ikatan sedarah dalam marga, baru kemudian Marga. Sebagai contoh marga Harahap, kesatuan adatnya harus Marga Harahap vs Marga lainnya. Akan tetapu Adat/Tradisi Batak ini sifatnya dinamis. Terkadang menyesuaikan dengan waktu, tempat dan perbedaan tradisi antar daerah.
Ada falsafah perumpamaan bahasa Batak Toba yaitu: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. Kalimat tersebut merupakan filosofi yang memiliki makna agar kita selalu menjaga hubungan baik kepada tetangga, sebab merekalah teman yang paling dekat. Akan tetapi dalam pelaksanaan adatnya, yang pertama mereka cari yaitu yang semarga, meski pada dasarnya tetangga tidak boleh terlupakan dalam pelaksanaan Adat.
-
Tarombo dan Ritual kanibalisme
Banyak hal menarik untuk kita ketahui mengenai budaya Sumatera Utara terutama kehidupan sosial suku Batak. Misalnya saja mengenai silsilah atau yang masyarakat Batak kenal dengan istilah Tarombo. Ini merupakan salah satu hal yang cukup penting bagi orang Batak. Sebab mereka yang kurang atau tidak mengetahui silsilahnya, dianggap sebagai nalilu atau orang Batak kesasar. Maka dari itu, orang Batak wajib mengetahui silsilahnya. Paling tidak dari nenek moyang yang menurunkan marganya juga teman semarganya (dongan tubu). Hal ini penting agar mengetahui posisi kekerabatannya dalam suatu marga.
Hal lain yang menarik atau unik adalah ritual kanibalisme. Meskipun kebenaran mengenai hal ini masih diperdebatkan, namun ritual kanibalisme terdokumentasi dengan baik dalam masyarakat Batak, dengan tujuan memperkuat tondi pemakan. Sebab secara khusus, jantung, darah, telapak tangan, dan kaki dianggap sebagai kaya tondi.
Tahun 1840-an Oscar von Kessel mengunjungi Silindung, dan mengamati ritual kanibalisme Batak.
Ketika itu seorang pezina dihukum kemudian dimakan hidup. Von Kessel menyatakan jika kanibalisme bagi orang Batak menganggapnya sebagai perbuatan berdasarkan hukum. Selain itu penerapannya juga hanya terbatas bagi beberapa pelanggaran seperti perzinaan, mata-mata, pencurian, atau pengkhianatan. Kemudian cabe merah, garam dan jeruk nipis diberikan oleh keluarga korban. Hal itu merupakan tanda bahwa keluarga menerima keputusan masyarakat dan tidak akan balas dendam
Tahun 1890, pemerintah kolonial Belanda kemudian melarang praktik kanibalisme. Rumor kanibalisme suku Batak ini bertahan sampai awal abad ke-20. Akan tetapi diperkirakan adat tersebut sudah tidak dilakukan lagi sejak tahun 1816. Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah masuknya pengaruh agama pendatang ke dalam masyarakat Batak.
Menurut Franz Wilhelm Junghuhn, yang ia tulis dalam bukunya Die Battaländer auf Sumatra, ritual kanibalisme yang terjadi dalam kehidupan sosial suku Batak hanya kabar angin. Hal tersebut ada untuk menakuti Belanda agar tidak memasuki Tanah Batak.
Demikianlah penjelasan singkat mengenai budaya Sumatera Utara, khususnya suku batak. Semoga bisa bermanfaat untuk kerabat Apik sekalian.