Mengenang Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Halo sahabat Apik, sebelumnya kita sudah banyak membahas menyenai kerajaan di Nusantara, seperti kerajaan demak, kerajaan Majapahit, kerajaan banten dll. Nah kali ini kita akan membahas sejarah singkat kerajaan Mataram Islam.

Kerajaan Mataram Islam atau yang dikenal juga dengan nama Kesultanan Mataram menjadi kerajaan Islam terbesar yang pernah ada di Jawa. Kekuatan militer hingga politiknya mampu menyaingi VOC di Batavia, bahkan menolak pengaruh ekonomi dan politik VOC dalam kerajaan. Tetapi pada akhirnya Kesultanan Mataram jatuh dalam pengaruh politik VOC ketika adanya Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Mataram pun terbagi menjadi dua, Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

A. Sejarah Singkat

kerajaan mataram islam
Keraton Yogyakarta; sumber web kratonjogja

Kesultanan Mataram di awal mula berdiri berada di Alas Mentaok, wilayah antara Kali Opak dan Kali Progo. Wilayah tersebut diberikan oleh Sultan Pajang, Hadiwijaya ke Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas terbunuhnya Arya Penangsang. Kemudian Sutawijaya, anak Ki Ageng Pemanahan mengganti mengelola wilayah tersebut selepas ayahnya wafat pada tahun 1984.

Sutawijaya kemudian menjadi pemimpin Mataram. Ia mendapat gelar Panembahan Senopati ing Alaga sekaligus menjadi raja pertama Mataram. Di tahun 1587 setelah raja kerajaan Pajang, Hadiwijaya wafat, lalu Panembahan Senopati merebut Pajang dari Pangeran Benowo kemudian menjadikannya kadipaten. Nah, berikut para pemimpin Kerajaan Mataram Islam dari masa ke masa:

  • Sutawijaya/Panembahan Senopati (1584-1601)

Panembahan Senopati merupakan sultan pertama, ia menggantikan ayahnya Ki Ageng Pemanahan untuk mengelola wilayah Mataram. Mataram baru menjadi negara ketika ia berhasil merebut kekuasaan Pajang. Pada masa kepemimpinannya, ia berhasil menaklukkan banyak wilayah di sekitarnya seperti Surabaya, Madiun, dan Kediri. Ia juga pernah menguasai daerah Priangan kemudian menjalin persahabatan dengan wiolayah Cirebon.

  • Raden Mas Jolang/Panembahan Seda ing Krapyak (1601-1613)

Raden Mas Jolang merupakan putra dari Panembahan Senopati dan salah satu selirnya. Pada masa pemerintahannya, ia menyempurnakan pembangunan kawasan Kotagede, yang meliputi segaran, Taman Danalaya, dan juga komplek pemakaman. Nama Panembahan Seda ing Krapyak bermula dari wafatnya Raden Mas Jolang pada Krapyak yang merupakan tempat perburuan.

  • Sultan Agung Hanyakrakusuma/Raden Mas Rangsang(1613-1645)

kerajaan mataram islam
Sultan Agung; via web antaranews

Berikutnya adalah Sultan Agung. Ia dikenal menjadi raja yang terbesar dalam sejarah Mataram. Selepas Raden Mas Jolang wafat, banyak wilayah yang ingin melepaskan diri. Sultan Agung kemudian berupaya untuk menyatukan kembali wilayah-wilayah tersebut. Di tahun 1625 Masehi, ia melancarkan serangan terhadap Surabaya, disusul Pati, Giri, hingga Blambangan. Kerajaan Mataram menggempur VOC di Batavia di tahun 1628 dan 1629, namun kedua serangan tersebut berujung kegagalan.

Baca Juga ini Ya !! =>  Sejarah, Perjuangan Dan Masa Kejayaan Kerajaan Tidore

Pada masa kekuasaan Sultan Agung, Mataram mampu meningkatkan produksi dan ekspor beras lewat pelabuhan Pantai Utara Jawa. Ia juga mendirikan komplek perkotaan di Plered, dan mengkombinasikan penanggalan Islam dan Hindu yang kita kenal saat ini dengan kalender tahun Jawa.

  • Raden Mas Sayidin/Amangkurat I (1646-1677)

Sultan Agung wafat tahun 1645, putranya, Raden Mas Sayidin, menggantikan tahta kekuasaan. Raden Mas Sayidin atau Amangkurat I kurang begitu mendapat dukungan dari masyarakat dan pejabat kerajaan, yang membuatnya mulai mendekati VOC. Pendekatan itu menimbulkan masalah di kalangan keraton yang tidak terlalu menyukai hal tersebut. Kekacauan terjadi ketika Trunojoyo memberontak sekitar tahun 1670-an, dan tahun 1677 Trunojoyo merebut keraton Plered dan wilayah pantai utara. Amangkurat pun melarikan diri menuju Cirebon, akan tetapi ia wafat dalam perjalanannya.

  • Pangeran Adipati Anom/Amangkurat II (1677-1703)

Pada masa ini, pusat kekuasaan MataramĀ  berpindah ke Kartasura, dan nama Kesultanan Mataram menjadi Kasunanan Kartasura. Amangkurat II melanjutkan raja sebelumnya melawan pemberontakan Trunojoyo. Pada tahun 1678 ia berhasil menghancurkan pusat pemberontakan di Kadiri dengan bantuan VOC. Amangkurat II lalu memberikan konsesi politik dan ekonomi kepada VOC berkat bantuannya.

  • Amangkurat III (1703-1705)

Pergantian tahta kekuasaan pada Amangkurat III diwarnai peristiwa pemberontakan yang dilakukan Pangeran Puger, untungnya ketegangan tersebut berhasil diredam oleh Amangkurat II. Namun, di masa kekuasaan Amangkurat III, justru dukungan terhadap Pangeran Puger menjadi tinggi, dan VOC tidak percaya terhadap garis keluarga Amangkurat. Sehingga di tahun 1704, Pangeran Puger menjadi Sunan Kartasura bergelar Pakubuwana I, ia menyatakan perang melawan Amangkurat. Hingga akhirnya Amangkurat lari dan menyerahkan Kartasura.

  • Pakubuwana I (1705-1719)

Pakubuwana I menguasai Kartasura setelah mengalahkan Amangkurat III, ia menjadi raja sah namun terikat dengan VOC. Ia bahkan mengeksekusi Adipati Jangrana karena VOC menilainya yang membantu pemberontakan Surapati. Padahal Adipati Jangrana adalah sosok yang membantu ketika melawan Amangkurat III. Pakubuwana kemudian wafat tahun 1719.

  • Amangkurat IV (1719-1726)

Amangkurat IV merupakan putra Pakubuwana I. Ia mewarisi tahta kekuasaan dan memilih untuk menggunakan gelar Amangkurat. Tidak berjalan dengan mulus, naiknya Amangkuran IV diwarnai aksi pemberontakan pemberontakan oleh Pangeran Blitar, Madiun, Purbaya, serta Arya Mataram di Pati. Namun dengan bantuan VOC, semua aksi pemberontakan tersebut berhasil diatasi. Amangkurat IV wafat pada tahun 1726 akibat diracun.

  • Pakubuwana II (1726-1749)

Pakubuwana II merupakan putra Amangkurat IV. Pada masa kekuasaannya terjadi sebuah peristiwa peristiwa besar, Geger Pacinan. Peristiwa tersebut adalah aksi pemberontakan orang Tionghoa dan Jawa terhadap VOC yang membantai etnis Tionghoa di Batavia. Namun pemberontakan tersebut berhasil diredam oleh VOC. Pakubuwana lalu memindahkan kekuasaan ke Surakarta. Kerajaan Mataram dikuasai Gubernur Jenderal Baron van Imhoff. Pada 1747 ia mengambil paksa kekuasaan dari Pakubuwana yang saat itu sedang sakit, dan kemudian menunjuk raja baru.

  • Pakubuwana III (1749-1788)

Pakubuwana III menjadi sultan menggantikan Pakubuwana II. Ia diangkat langsung oleh van Imhoff. Posisinya sebagai raja tidak begitu berarti karena dia berada dibawah kendali VOC. Ia menyetujui Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang membagi kekuasaan menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Pakubuwana III menjabat sampai tahun 1788 Masehi sebagai Sunan Surakarta. sedangkan Pangeran Mangkubumi yang merupakan putra dari Amangkurat IV memperoleh kekuasaan di wilayah Yogyakarta dengan gelar Hamengkubuwono I.

Baca Juga ini Ya !! =>  Sejarah Peradaban Masyarakat Kerajaan Pajang dan Peninggalan Sejarahnya

B. Masa Kejayaan dan Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

kerajaan mataram islam
Keraton Kotagede; sumber web krjogja

Masa kejayaan Mataram berlangsung di periode kekuasaan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Ia pernah menggempur VOC hingga dua kali. Ia juga membangun sistem agraris yang baik, pasar perdagangan di Pantai Utara Jawa. Selain itu, Sultan Agung membangun sistem kalender tahun Jawa yang masih kita gunakan sampai saat ini. Kekuasaannya mulai dari dari Blambangan hingga wilayah barat pulau Jawa.

Menurut sejarah, Mataram runtuh pada tahun 1755 akibat kesepakatan Perjanjian Giyanti. Perjanjian tersebut membagi kekuasaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Hal tersebut merupakan buntut dari banyaknya wewenang yang diberikan kepada VOC.

Kerajaan Mataram Islam juga meninggalkan beberapa peninggalan yang bisa kita saksikan hingga saat ini, antara lain:

  • Keraton Kotagede

Kotagede pernah menjadi pusat kekuasaan Mataram. Komplek ini dibangun oleh Panembahan Senopati yang merupakan Sultan pertama kerajaan Mataram. Komplek keraton Kotagede berdiri sekitar tahun 1588. Sejak Amangkurat I membangun kekuasaan di wilayah Plered, komplek keraton ini mulai ditinggalkan.

  • Pertapaan Kembang Lampir

Pertapaan ini merupakan tempat semedi bagi Ki Ageng Pemanahan. Lokasi nya sangat sakral dan saat ini dirawat oleh penerus Mataram yang berasal dari bagian Kesultanan Yogyakarta.

  • Komplek Makam Kotagede, Girilaya dan Imogiri

Raja-raja Mataram menyediakan wilayah khusus sebagai tempat memakamkan keluarganya. Di pusat kekuasaan, Kotagede, terdapat makam Hadiwijaya, Ki Ageng Pemanahan, dan Panembahan Senopati. Pemakaman Girilaya terdapat makam dari Kiai Ageng Giring, Kiai Ageng Sentong, dan Sultan Cirebon V. Tokoh lainnya adalah: makam Kanjeng Ratu Mas Hadi (yaitu ibu Sultan Agung), Kanjeng Ratu Pembayun (adalah istri Amangkurat), dan juga Kanjeng Panembahan Juminah (yaitu paman Sultan Agung). Sedangkan komplekĀ  makan yang berada di Imogiri terdapat makam Sultan Agung dan istrinya, Amangkurat (II dan III), Pakubuwana (1-XII), dan Hamengkubuwana (kecuali yang kedua).