Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha yang juga bercorak maritim. Kerajaan ini mengontrol perdagangan pada jalur utama Selat Malaka. Sriwijaya mempunyai hubungan yang cukup erat dengan Jawa, terlebih karena relasi dari raja-rajanya yang asalnya dari pulau Jawa. Kemunculan kerajaan Sriwijaya di abad keenam masehi masih menimbulkan berbagai pertanyaan. Hal tersebut karena eksistensinya hadir lebih lambat jika membandingkan dengan kota-kota di Asia Tenggara lainnya. Apalagi perdagangan di antara bangsa Romawi, India dan juga Cina sudah sangat berkembang pesat. Sementara posisi kerajaan Sriwijaya berada tepat di jalur utama perdagangan tersebut.
Nah sebagai kerajaan yang bercorak maritim, Sriwijaya juga menjalin hubungan yang baik dengan bangsa India dan Cina. Karena kerajaan Sriwijaya bercorak Buddha, kerajaan ini terkenal menjadi pusat pembelajaran bagi agama Buddha di Nusantara. Sriwijaya cukup sering dalam mengirimkan perwakilan menuju Kekaisaran Cina. Hal tersebut merupakan bentuk ketundukan dan juga sebagai jaminan keamanan.
-
Letak Wilayah Kerajaan Sriwijaya
Lokasi wilayah kerajaan Sriwijaya sampai saat ini masih menjadi persoalan. Sebagian pendapat mengatakan bahwa pusat dari kerajaan Sriwijaya terletak di Palembang. Sementara peneliti lainnya yang merekonstruksi peta wilayah Asia Tenggara dengan menggunakan berita Cina dan Arab memberikan kesimpulan bahwa Sriwijaya tadinya justru berpusat di Kedah, lalu berpindah ke Muara Takus. Pendapat yang lain menyebutkan Jambi merupakan lokasi yang tepat sebagai pusat kerajaan Sriwijaya. Sebab lokasinya terlindung karena berada di dalam teluk dan tetap menghadap ke laut lepas.
Namun sampai dengan hari ini, kota Palembang masih unggul dan menjadi pusat dari kerajaan Sriwijaya meski dengan banyak perdebatan. Bahkan beberapa ahli malah sampai pada kesimpulan jika Sriwijaya memiliki kebiasaan berpindah-pindah pusat kekuasaan karena bercorak maritim. Hal ini bisa saja terjadi, mengingat pusat kerajaan kuno di Asia Tenggara bukan kekuasaan teritorial atau ibukota kerajaan layaknya yang terjadi di Eropa, melainkan rajanya itu sendiri beserta pengaruhnya yang menjadi pusat.
-
Pendiri Kerajaan
Informasi mengenai berdirinya kerajaan Sriwijaya juga menjadi salah satu bagian yang masih sulit dipecahkan bagi peneliti sejarah. Hal tersebut karena pada sumber yang ditemukan belum ada struktur genealogis rapi antar raja Sriwijaya. Prasasti Kedukan Bukit (tahun 682 Masehi) menyebutkan kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang, kemudian prasasti Talang Tuo (tahun 684 Masehi) memperjelasnya sehingga menjadi Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Kedua prasasti tersebut adalah penjelasan yang tertua tentang seseorang yang dianggap menjadi raja/pemimpin Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti kerajaan Sriwijaya Kota Kapur (tahun 686 Masehi) Yang ada di Pulau Bangka, kerajaan Sriwijaya diperkirakan sudah berhasil menguasai wilayah Sumatera bagian selatan, mencakup Bangka dan Belitung, hingga sampai ke Lampung. Ada yang menyebutkan juga bahwa Sri Jayanasa mencoba untuk melakukan ekspedisi militer dan menyerang Jawa karena tidak mau berbakti pada maharaja Sriwijaya. Peristiwa tersebut terjadi di waktu yang hampir bersamaan dengan waktu runtuhnya kerajaan Tarumanagara yang berada di Jawa Barat dan juga Kerajaan Holing (Kalingga) yang berada di Jawa Tengah. Ada spekulasi yang mengatakan bahwa runtuhnya kedua kerajaan tersebut bisa saja akibat serangan Sriwijaya.
-
Raja-raja Sriwijaya
Sebelumnya telah dibahas bahwa struktur genealogis dari raja-raja Sriwijaya masih banyak yang terputus dan didukung bukti yang masih dianggap kurang. Berikut nama-nama raja Sriwijaya yang disepakati para ahli setelah kerajaan Sriwijaya raja terkenal yaitu Dapunta Hyang Sri Jayanasa.
-
Sri Indrawarman
Penerus raja Sri Jayanasa menurut petunjuk prasasti Ligor A (tahun 775 M) ditemukan di Thailand Selatan tertulis bahwa raja Sriwijaya menyerupai Indra. Ia yang membangun sebuah kuil di Ligor.
-
Raja Dharanindra
Setelah tahta Sri Indramarwan, titik kekuasaan Sriwijaya beralih ke pulau Jawa tepatnya di Kerajaan Medang yang pusatnya di Mataram, Jawa Tengah. Dan sosok Dharanindra muncul dalam prasasti Ligor B dan juga prasasti Nalanda yang berada di India dengan gelarnya “Sailendrawamsatilaka Sri Wirawairimathana” atau bermakna Permata Keluarga Sailendra. Sailendra sendiri merupakan wangsa yang berkuasa di Jawa.
-
Raja Samaratungga
Ada dua pendapat tentang Samaratungga, apakah anak atau justru cucu dari Dharanindra. Samaratungga tidak terlalu gemar dalam hal berperang, dan lebih fokus pada kerajaannya. Termasuk menyelesaikan pembangunan Candi Borobudur. Ia memiliki putri bernama Pramodhawardani, yang kemudian menikah dengan Rakai Pikatan yang bertujuan agar meminimalisir gesekan antara agama Hindu dan agama Buddha di Kerajaan Medang.
-
Rakai Pikatan
Berikutnya adalah Rakai Pikatan dan Pramodhawardani yang merupakan anak dari Samaratungga. Rakai Pikatan kemudain memperebutkan kekuasaan dengan Balaputradewa yang merupakan pamannya dan mengakibatkan terusirnya Balaputradewa ke Sumatra. Balaputradewa pun membangun kembali kekuatan Sriwijaya di Sumatra. Ini menandakan terpecahnya Wangsa Sailendra kedalam dua bagian.
-
Balaputradewa
Kerajaan Sriwijaya selanjutnya dipimpin oleh Balaputradewa. Ia membangun kembali Sriwijaya abad ke-9 Masehi, dan membuat pelacakan sejarah menjadi lebih jelas dari pada masa sebelumnya. Ia memulai kegemilangan Sriwijaya sebagai penguasa perdagangan di Melayu, dan meninggalkan hubungannya dengan Jawa.
-
Sri Udayadityawarman
Tidak terlalu banyak informasi yang diketahui dari Sri Udayadityawarman. Dalam Kitab Sejarah Dinasti Sung mengatakan bahwa tahun 960 M dan 962 M, nama raja Sriwijaya bisa disamakan dengan Sri Udayadityawarman.
-
Sri Cudamaniwarmadewa
Cudamaniwarmadewa atau Culamaniwarman adalah raja yang membangun hubungan baik dengan kerajaan Cola di India dan Kekaisaran Cina. Sri Cudamani Warmadewa juga membangun sebuah candi di komplek Muara Takus bernama “cheng-tien-wan-shou” yang dikenal juga dengan Candi Bungsu. Pembangunan candi tersebut adalah hadiah sebagai bentuk kesetiaan kepada Kekaisaran Cina yang telah menjadi pelindung Sriwijaya.
-
Sri Marawijayatunggawarman
Sri Marawijayatunggawarman adalah putra dari Sri Culamaniwarman. Sekitar tahun 1016, ia menyerang Raja Jawa yang menyerbu Palembang, yaitu Dharmawangsa Teguh. Serangan itu kemudian yang meruntuhkan kerajaan Medang. Sri Marawi tahtanya kemudian digantikan putranya sendiri.
- Sri Sanggramawijayatunggawarman
Nama ini bisa diketahui dari Prasasti Tanjore (tahun 1030 Masehi).
-
Masa Kejayaan dan Kemunduran
Ada anggapan bahwa raja Balaputradewa merupakan raja yang membawa kerajaan Sriwijaya menuju puncak kegemilangannya. Akan tetapi, Sriwijaya sebenarnya telah mengalami masa kejayaan hingga ke generasi Sri Marawijaya. Sebab setelahnya, raja-raja sibuk mengurusi peperangan dengan Jawa, kira-kira pada tahun 922 M dan 1016 M. Kemudian lanjutk dengan melawan Kerajaan Cola di tahun 1017 M dan 1025 M serta menawan raja Sri Sanggramawijaya. Di masa kekuasaan Balaputradewa hingga Sri Marawijaya, Sriwijaya berhasil menguasai Selat Malaka. Selat tersebut merupakan jalur utama bagi perdagangan India dan Cina. Sehingga kehidupan ekonomi dan juga kehidupan sosial kerajaan Sriwijaya menjadi cukup baik.
Sumber lain yang berasal dari Arab dan Persia juga menyatakan Sriwijaya dikuasai oleh maharaja yang kaya raya. Mereka menghasilkan cengkih, cendana, barus, gajah dan pala. Sri Culamani yang menguasai Sumatra Timur dan juga Semenanjung Melayu. Memasuki abad ke-11 kekuasaan Sriwijaya sampai di Jawa, bahkan ada sumber yang menyatakan kekuasaannya sampai ke Ceylon, Madagaskar hingga Thailand bagian selatan. Sriwijaya ini terkenal dengan kapal-kapal yang mengawal para pedagang, dan membunuh siapapun yang singgah tanpa izin. Secara kultural, kerajaan ini berkembang baik menjadi pusat dari pembelajaran Buddha, sebab di sini menjadi tempat pertemuan antar para pendeta Buddha India dan juga China yang berlayar. Mereka adalah para pendeta yang bisa menjadi sumber mengenai keberadaan Sriwijaya seperti misalnya I-Tsing, Sakyakirti, Dharmakrti, maupun Atisa.
Hingga pada akhirnya tiba pada masa kemunduran kerajaan Sriwijaya. Penyebab utamanya adalah akibat dari tiga serangan Kerajaan Cola yang mampu melemahkan kekuasaannya di Selat Malaka. Sehingga kekuatan-kekuatan lain bermunculan dan masuk untuk menggantikannya. Salah satunya Jambi yang sekitar tahun 1082 mengirimkan utusannya ke Cina.